TUGAS KONVERSI ENERGI
NAMA ANGGOTA KELOMPOK:
1. M.FERIYAN
ALBETA M.
2. M.MIKO
ALDINO.
3. M.MUZAKI.
4. M.SYAIFUL
CHAKIM.
PLTA(Pembangkit Listrik Tenaga Air)
PLTA
merubah energi yang disebabkan gaya jatuh air untuk menghasilkan
listrik. Turbin mengkonversi tenaga gerak jatuh air ke dalam daya
mekanik. Kemudian generator mengkonversi daya mekanik tersebut dari
turbin ke dalam tenaga elektrik.
Jenis
PLTA bermacam-macam, mulai yang berbentuk “mikro-hidro” dengan
kemampuan mensupalai untuk beberapa rumah saja sampai berbentuk raksasa
seperti Bendungan Karangkates yang menyediakan listrik untuk
berjuta-juta orang-orang. Photo dibawah ini menunjukkan PLTA di Sungai
Wisconsin, merupakan jenis PLTA menengah yang mampu mensuplai listrik
untuk 8.000 orang.

CARA KERJA LISTRIK TENAGA AIR
Prinsip
kerja dari listrik tenaga air ini adalah mengubah energi yang terdapat pada air
yang mengalir menjadi energi mekanik dimana kemudian energi mekanik tersebut
diubah menjadi energi listrik
- Alat
utama yang dibutuhkan pada pembangkit listrik tenaga air adalah berupa
turbin dan generator seperti dibawah ini:
- Air
yang telah ditampung di dalam bendungan dialirkan melalui dasar bendungan
sehingga membentuk air terjun
- Air
terjun inilah yang dimanfaatkan untuk menggerakkan turbin karena air akan
menabrak sudu - sudu turbin sehingga membuat turbin menjadi
berputar.
- Turbin
ini terhubung secara langsung dengan generator, sehingga bila turbin
bergerak secara berputar, maka secara otomatis generator juga akan ikut
bergerak berputar.
- Selama
bergerak berputar, generator ini akan menghasilkan tenaga listrik.
PLTA yang paling konvensional mempunyai empat komponen utama sebagai berikut :

- Bendungan,berfungsi menaikkan permukaan air sungai untuk menciptakan tinggi jatuh air. Selain menyimpan air, bendungan juga dibangun dengan tujuan untuk menyimpan energi.
- Turbine, gaya jatuh air yang mendorong baling-baling menyebabkan turbin berputar. Turbin air kebanyakan seperti kincir angin, dengan menggantikan fungsi dorong angin untuk memutar baling-baling digantikan air untuk memutar turbin. Selanjutnya turbin merubah energi kenetik yang disebabkan gaya jatuh air menjadi energi mekanik.
- Generator, dihubungkan dengan turbin melalui gigi-gigi putar sehingga ketika baling-baling turbin berputar maka generator juga ikut berputar. Generator selanjutnya merubah energi mekanik dari turbin menjadi energi elektrik. Generator di PLTA bekerja seperti halnya generator pembangkit listrik lainnya.
- Jalur Transmisi, berfungsi menyalurkan energi listrik dari PLTA menuju rumah-rumah dan pusat industri.
JENIS-JENIS PLTA

PLTA jenis ini memanfaatkan aliran sungai secara alami untuk
menghasilkan energi listrik. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 2, air di
hilir sungai dimanfaatkan sedemikian rupa tanpa mengganggu aliran sungai ke hulu.
Energi listrik yang dihasilkan sebanding dengan jumlah volume air perdetik yang
mengalir. Sehingga saat sungai kering tidak ada air, generator tidak bisa
menghasilkan energi listrik.
B. PLTA
dengan kolam pengatur (regulatoring
pond)
PLTA jenis ini menggunakan bendungan yang
melintang disungai, yang bertujuan untuk menaikkan permukaan air dibagian hulu
sungai guna membangkitkan energi potensial yang lebih besar sebagai pembangkit
listrik. PLTA jenis ini memiliki efisiensi yang lebih baik daripada PLTA tipe
terusan aliran sungai.
C. PLTA dengan
menggunakan waduk (reservoir)
PLTA tipe ini mirip dengan prinsip PLTA yang
menggunakan kolam pengatur. Cuma disini dibuatkan sebuah waduk yang dapat
menampung air dalam jumlah besar, sehingga kapasitas pembangkitan energi
listrik PLTA juga menjadi lebih besar lagi. Waduk ini biasanya berbentuk hampir
seperti danau buatan, atau dapat dibuat dari danau asli sebagai penampung air
hujan sebagai cadangan untuk musim kemarau. PLTA jenis banyak terdapat di
negara-negara yang memiliki curah hujan sedikit, hanya 2-3 bulan saja, atau
negara 4 musim.
D.
PLTA jenis pompa – generator (pomped storage)
PLTA jenis ini
membutuhkan dua buah kolam pengatur. Saat kebutuhan listrik meningkat, air akan dialirkan dari kolam pengendali atas dan ditampung di kolam pengendali yang
bawah. Energi potensial aliran air inilah yang dimanfaatkan menjadi energi
listrik. Sedangkan saat beban minimal, listrik yang dihasilkan pembangkit
listrik lain digunakan untuk memompa balik air ke kolam penampung diatas untuk
digunakan kembali saat dibutuhkan.
E. PLTA Hydroseries
Konsep
PLTA ini adalah dengan memanfaatkan aliran sungai yang panjang dan deras dari
ketinggian tertentu. Dimana sepanjang aliran sungai terdapat lebih dari satu
bendungan yang diseri pada ketinggian tertentu untuk menghasilkan energy
listrik yang lebih optimal.
Besarnya listrik yang dihasilkan PLTA tergantung dua factor sebagai berikut :
- Berapa besar air yang jatuh. Semakin tinggi air jatuh, maka semakin besar tenaga yang dihasilkan. Biasanya, tinggi air jatuh tergantung tinggi dari suatu bendungan. Semakin tinggi suatu bendungan, semakin tinggi air jatuh maka semakin besar tanaga yang dihasilkan. Ilmuwan mengatakan bahwa tinggi jatuh air berbanding lurus dengan jarak jatuh. Dengan kata lain, air jatuh dengan jarak dua satuan maka akan menghasilkan dua satuan energi lebih banyak.
- Jumlah air yang jatuh. Semakin banyak air yang jatuh menyebabkan turbin akan menghasilkan tenaga yang lebih banyak. Jumlah air yang tersedia tergantung kepada jumlah air yang mengalir di sungai. Semakin besar sungai akan mempunyai aliran yang lebih besar dan dapat menghasilkan energi yang banyak. Tenaga juga berbanding lurus dengan aliran sungai. Dua kali sungai lebih besar dalam mengalirkan air akan menghasilkan dua kali lebih banyak energi.
Prinsip dasar pemanfaatan sumber energi ini adalah dengan (i) mengandalkan jumlah debit air dan (ii) dengan memanfaatkan ketinggian jatuhnya air.
Berdasarkan konstruksinya, ada dua cara pemanfaatan tenaga air untuk pembangkit listrik: (a)
memanfaatkan aliran air sungai tanpa membangun bendungan dan reservoir
atau yang sering disebut dengan Run-of-river Hydropower ; (b) membangun
bendungan dan membuat reservoir untuk mengalirkan air ke turbin.
Secara
umum cara kerja PLTA adalah dengan memanfaatkan energi dari aliran air
dalam jumlah debit tertentu dari sumber air (sungai, danau, atau waduk)
melalui intake, kemudian dengan menggunakan pipa pembawa (headrace) air diarahkan menuju turbin. Beberapa PLTA biasanya menggunakan pipa pesat (penstock)
sebelum dialirkan menuju turbin/kincir air, dengan tujuan meningkatkan
energi dalam air dengan memanfaatkan gravitasi dan mempertahankan
tekanan air jatuh.

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN PLTA
Ada beberapa keunggulan dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang dapat dirangkum secara garis besar sebagai berikut :
- Respon pembangkit listrik yang cepat dalam menyesuaikan kebutuhan beban. Sehingga pembangkit listrik ini sangat cocok digunakan sebagai pembangkit listrik tipe peak untuk kondisi beban puncak maupun saat terjadi gangguan di jaringan.
- Kapasitas daya keluaran PLTA relatif besar dibandingkan dengan pembangkit energi terbarukan lainnya dan teknologinya bisa dikuasai dengan baik oleh Indonesia.
- PLTA umumnya memiliki umur yang panjang, yaitu 50-100 tahun.
- Bendungan yang digunakan biasanya dapat sekaligus digunakan untuk kegiatan lain, seperti irigasi atau sebagai cadangan air dan pariwisata.
- Bebas emisi karbon yang tentu saja merupakan kontribusi berharga bagi lingkungan.
Selain keunggulan yang telah disebutkan diatas, ada juga efek negatif pembangunan PLTA/kerugiannya yaitu sebagai berikut:
1. Pada lingkungan, yaitu mengganggu keseimbangan ekosistem sungai/danau akibat dibangunnya bendungan.
2. Biaya investasi paling mahal.
3. Pembangunan bendungan memakan waktu yang lama.
4. Memerlukan lahan yang luas.
5. Disamping itu terkadang, kerusakan pada bendungan dapat menyebabkan resiko kecelakaan dan kerugian yang sangat besar.
Keberadaan air di muka bumi tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan biologis makhluk hidup yang ada akan tetapi juga memerankan peranan yang amat penting dalam hal menjaga keseimbangan alamiah sehingga kelangsungan makhluk hidup di muka bumi dapat terjaga. Demikian pentingnya peranan air sehingga umat manusia telah sejak lama berusaha agar ketersediaan air dapat terjamin setiap saat, salah satu caranya adalah dengan membuat bendungan. Bendungan, dam atau reservoir secara harfiah dapat diartikan sebagai sebuah badan air buatan ataupun danau buatan. Danau buatan ini dapat dibuat dengan membangun bendungan di sungai atau dengan penggalian tanah.
Pada awalnya bendungan hanya berfungsi sebagai penyimpan cadangan air guna keperluan air minum dan pengairan untuk pertanian. Seperti yang dilakukan oleh bangsa Yaman pada masa kerajaan Saba’ tahun 950 SM, para arsitek negeri itu telah membangun sebuah bendungan raksasa dengan membendung air diantara dua buah gunung, bendungan raksasa itu bernama Ma’Rib. Bendungan ini dimanfaatkan sebagai sumber air minum, pengairan pertanian dan pengendali banjir saat musim hujan. Tenaga yang dihasilkan oleh aliran air pun telah dimanfaatkan oleh manusia sejak lama untuk meringankan beban kerja manusia seperti yang dilakukan bangsa Yunani sejak 2.000 tahun yang lalu dengan menciptakan roda air guna menggiling gandum menjadi tepung. Setelah listrik sebagai sumber energi ditemukan oleh Michael Faraday tahun 1821 maka dimulailah perkembangan pemanfaatan energi air menjadi listrik secara meluas, diawali oleh sebuah perusahaan Appleton Edison Light Company yang memanfaatkan listrik yang dihasilkan dari bendungan sungai Fox di Appleton Wisconsin pada tanggal 30 September 1882. Dan saat itulah dalam sejarah dikenal pertama kalinya sebuah pembangkit listrik tenaga air. Dalam perkembangan sejarah selanjutnya teknologi PLTA memang banyak didominasi di negara Amerika Serikat yang hingga tahun 1889 saja sudah membangun 200 unit PLTA.
Adalah jasa seorang terpelajar putra daerah Kalimantan Selatan yang bernama Ir. Pangeran Muhammad Noor sehingga Kalimantan Selatan memiliki sebuah pembangkit listrik tenaga air untuk menyuplai kebutuhan listrik daerah Kalimantan Selatan dan Tengah. Pangeran Mohammad Noor adalah putra Pangeran Muhammad Ali seorang wakil Kalimantan dalam voolksraad (DPR) pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Pangeran Mohammad Noor lahir di Martapura tahun 24 Juni 1901, pendidikan dimulai HIS lulus tahun 1917 kemudian MULO lulus tahun 1921 dan HBS lulus tahun 1923. Setelah lulus dari HBS beliau melanjutkan studi di sekolah tinggi teknik Bandung hingga meraih gelar Insinyur pada tahun 1927. Pada periode 1935 – 1939 Pangeran Mohammad Noor menggantikan kedudukan ayah beliau di voolksraad, dan pada tahun 1945 beliau diangkat oleh Soekarno menjadi gubernur pertama Kalimantan. Di masa kemerdekaan Pangeran Mohammad Noor pernah menjabat sebagai Menteri Pekerjaan Umum dalam kabinet Ali Sastromijoyo tahun 1956 – 1959. Ketika itulah beliau memberikan gagasan dan berhasil merealisasikan pembangunan pembangkit listrik tenaga air Riam Kanan. Pangeran Muhammad Noor wafat pada tanggal 15 Januari 1979 pada usia 78 tahun. Untuk mengenang jasanya, nama beliau kini diabadikan sebagai nama waduk serta jalan raya menuju waduk tersebut di Kalimantan Selatan.
Realisasi gagasan pembangunan waduk Riam Kanan diawali dengan survey pendahuluan pada kurun waktu November 1958 – Januari 1959. Secara hidrologis alami Kalimantan Selatan memiliki sungai utama yaitu sungai Barito yang bermuara di laut Jawa.Sungai Barito memiliki dua cabang utama yaitu sungai Martapura dengan dua anak sungai yaitu sungai Riam Kanan dan sungai Riam Kiwa. Cabang sungai kedua dari sungai Barito adalah sungai Negara dengan anak-anak sungainya seperti Amandit, Tapin, Batang Alai, Balangan, Tabalong Kanan dan Tabalong Kiwa. Sungai-sungai lain di Kalimantan Selatan yang bermuara di Selat Makasar adalah sungai Satui, Kintap, Kusan, Kelumpang dan Sampanahan. Survey pendahuluan tersebut kemudian dilanjutkan dengan kegiatan studi kelayakan dan enginering design pada tahun 1962 – 1964. Terpilihnya daerah aliran sungai Riam kanansebagai sumber tenaga air serta desa Arinawai (Aranio) sebagai site project tak lepas dari berbagai pertimbangan bahwa bagian hulu sungai Riam Kanan adalah merupakan daerah tangkapan air yang berupa hutan tropis lebat di jajaran pegunungan Meratus, bentang alam (topografi) calon waduk berupa lembah yang cukup luas serta dikelilingi perbukitan yang cukup tinggi, tidak terdapat deposit alami berupa mineral yang potensial pada areal calon waduk serta yang tak kalah penting adalah tingkat kepadatan penduduk yang rendah pada areal yang terkena dampak pembangunan waduk. Mengenai nama desa Arinawai sendiri konon adalah nama asli dari desa Aranio sekarang ini, tak diketahui dengan pasti mengapa perubahan nama itu bisa terjadi, tetapi diperkirakan karena lidah para ekspatriat Jepang yang bekerja di proyek ini kesulitan mengeja Arinawai sehingga berubah menjadi Aranio hingga sekarang.
Proyek pembangunan waduk Riam Kanan ini adalah proyek milik kementerian pekerjaan umum dengan pengawasan konstruksi (dam, power house serta fasilitas lain) dari Hazama Gumi Jepang. Untuk pekerjaan yang berurusan dengan metal dan logam (gates, penstok, surge tank) dikerjakan oleh kontraktor Nippon Kokkan, untuk instalasi mesin-mesin perlistrikan dikerjakan oleh kontraktor Fuji Electric dan Toyomenka, sedangkan pembangunan jaringan transmisi beserta stasiun-stasiun transmisinya dikerjakan oleh kontraktor Indonesia yaitu PT. Wijaya Karya. Banyaknya keterlibatan kontraktor Jepang pada proyek pembangunan waduk Riam Kanan ini kemungkinan bahwa proyek ini dibangun atas bantuan pemerintah Jepang yang berupa dana hibah atau pinjaman.
Mengingat bahwa proyek besar ini akan menyuplai sejumlah logistik berupa peralatan dan mesin-mesin dalam volume yang tidak sedikit maka sebelum pembangunan fisik bendungan dilaksanakan terlebih dahulu proyek ini mengerjakan akses jalan sepanjang kurang lebih 25 km pada kurun waktu Oktober 1963 – Maret 1964 dari kota Banjarbaru menuju site project Aranio. Pembangunan akses jalan ini bersamaan waktunya dengan pembangunan fasilitas-fasilitas lain di site project berupa perkantoran, mess karyawan, serta pergudangan hingga selesai pada tahun 1966.
Sebagaimana umumnya pembangunan sebuah waduk type earthfill atau penimbunan badan sungai, maka sebelum pembangunan badan bendungan yang harus dikerjakan lebih dahulu adalah pekerjaan pembuatan terowongan pengalih aliran sungai yang akan dibendung dengan pengeboran pada salah satu sisi tebing sungai bagian hulu menerobos dalam bukit hingga tembus pada sisi tebing sungai di bagian hilir. Pekerjaan pembuatan terowongan pengalih aliran sungai ini dikerjakan pada kurun waktu April 1966 – Oktober 1968, panjang terowongan pengalih aliran sungai ini adalah 220 meter dengan diameter terowongan 6 meter. Setelah terowongan pengalih ini selesai dibangun, mulailah pekerjaan pengurukan badan sungai Riam kanan dengan menggunakan jutaan kubik material berupa batu dan tanah yang ditumpahkan dan dipadatkan ke dalam badan sungai. Hingga hasil pekerjaan pengurukan membentuk sebuah badan bendungan, dan air sungai Riam Kanan pertama kali mulai mengalir melalui terowongan pengalih pada tanggal 18 Juli 1969.
Setelah aliran air sungai berhasil dialihkan, pekerjaan pembangunan konstruksi badan bendungan terus dilanjutkan hingga dimensi ukuran badan bendungan ini sesuai dengan enginering design yang telah ditetapkan hingga kelak benar-benar kuat untuk menahan tekanan air waduk, pekerjaan konstruksi badan bendungan ini dilaksanakan pada kurun waktu Agustus – Oktober 1969 . Pada fase ini dilaksanakan pula konstruksi terowongan tekan (pressure tunel) sepanjang 270 meter dan diameter 4,8 meter, dimana pada saat pembangunan terowongan ini telah terjadi kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa seorang juru ukur dari kontraktor Hazama Gumi yang bernama Mr. Hikawa. Karena bisingnya kondisi di dalam terowongan dari alat-alat pemecah batu dan kompresor yang sedang bekerja, juru ukur ini diperkirakan tidak mendengar adanya alat berat berupa shovel dozer dengan mengangkut batu-batu hasil galian yang sedang berjalan mundur, shovel yang dioperasikan oleh operator Jepang dari kontraktor Hazama Gumi ini akhirnya menggilas sang juru ukur malang tersebut. Jenazah Mr. Hikawa dikremasi di desa Tambela dan abunya dikirim ke keluarganya di Jepang. Peristiwa kecelakaan tersebut terjadi pada tanggal 20 Oktober 1969.
Pada bulan Januari 1970 pekerjaan pondasi bangunan stasiun tenaga pembangkit mulai dikerjakan dan secara simultan mulai pada tahun ini dibangun jaringan transmisi Cempaka dan Banjarmasin. Pembangunan jaringan transmisi dari stasiun pembangkit Riam Kanan hingga menuju stasiun Banjarmasin juga penuh tantangan terutama pembangunan jaringan transmisi tegangan tinggi yang melalui daerah rawa gambut yang kondisinya tidak stabil. Hingga perlu mendatangkan pakar konstruksi sipil legendaris bapak Profesor Sedyatmo dengan pondasi cakar ayam nya yang terkenal itu.
Hingga pada akhir tahun 1970 konstruksi badan bendungan tahap I telah selesai dengan pancapaian ketinggian elevasi (muka air) 40 meter dari total ketinggian 66 meter yang dirancang. Bendungan ini dirancang untuk mampu menampung air dengan kapasitas maksimum (gross) 1.200 juta meter kubik dengan daya tampung efektif 600 juta meter kubik air. Luas waduk ini sendiri adalah 92 km2 dengan luas daerah tangkapan air 1.043 km2. Struktur badan bendungan dirancang mampu menahan air hingga ketinggian muka air maksimum 60 meter, minimum ketinggian muka air agar mampu memutar turbin adalah 52 meter, apabila ketinggian muka air mencapai 63 meter maka air akan keluar melalui pelimpasan air (emergency spill way).
Periode Mei - Oktober 1971 adalah periode tahap penyelesaian akhir konstruksi badan bendungan yang selanjutnya dilakukan pekerjaan logam yang berupa konstruksi dan instalasi gates (pintu air), penstocks (pipa pesat) dan turbine generators yang dimulai pada bulan Desember 1971. Pekerjaan konstruksi logam ini memakan waktu kurang lebih enam bulan hingga rampung pada pertengahan 1972. Setelah pemasangan pintu air, pipa pesat dan turbin generator selesai maka pada tanggal 30 Juni 1972 dilakukanlah penutupan pintu air pada terowongan pengalih aliran sungai guna memulai menampung air waduk, peristiwa ini ditandai dengan upacara bersama semua pekerja proyek dengan seremonial minum Sake (minuman Jepang) bersama. Dengan ditutupnya terowongan pengalih aliran sungai yang berarti sungai Riam Kanan beserta 8 anak sungainya tersumbat maka muka air mulai merambat naik dan akhirnya menggenangi kawasan seluas 92 km2 yang mana termasuk di dalamnya tercatat 9 kawasan perkampungan beserta lahan perkebunan & kuburan.
Diperlukan waktu enam bulan penampungan air hingga ketinggian muka air waduk mencapai level minimum untuk menggerakkan turbin generator. Masih diperlukan beberapa waktu lagi hingga tinggi muka air mencapai kestabilan pada level minimum, dan pada tanggal 29 Maret 1973 tinggi muka air telah stabil mencapai ketinggian minimum 52,5 meter hingga dapat dilaksanakan testing pengoperasian 2 turbin generator, jaringan transmisi serta stasiun transmisinya dan hari itu pula sukses mengalirkan energi listrik di wilayah Banjarbaru, Martapura dan Banjarmasin. Hingga selesai bendungan ini dibangun, bendungan ini memiliki ukuran lebar puncak bendungan 10 meter, panjang puncak bendungan 195 meter, tinggi hingga puncak 66 meter serta volume bendungan 670.000 meter kubik dan menghabiskan biaya pembangunan sebesar US$ 2.944.000.000 (kurs saat itu).
Bendungan ini akhirnya diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 30 Juni 1973 yang didampingi oleh Menteri PUTL Ir. Soetami dan Gubernur Kalimantan Selatan Kolonel Soebardjo. Pada saat diresmikan bendungan ini memiliki 2 mesin pembangkit listrik dengan kapasitas masing-masing 10 MW. Dan untuk menghormati jasa-jasa penggagas pembangunan waduk Riam Kanan maka pada tanggal 19 Januari 1980 nama PLTA Riam Kanan diganti menjadi PLTA Ir. Mohammad Noor. Pada kurun waktu Juli 1980 – Mei 1981 dilaksanakan pembangunan tahap II dengan penambahan instalasi satu unit pembangkit lagi dengan kapasitas yang sama dengan 2 mesin terdahulu sehingga total kapasitas mesin pembangkit listrik PLTA Ir. Pangeran Mohammad Noor adalah 30 MW.
Kini, 37 tahun sudah PLTA Ir. Mohammad Noor beroperasi untuk memberikan jasa energi listrik kepada masyarakat Kalimantan Selatan dan Tengah. Tentu saja kondisi perlistrikan di masa awal-awal beroperasi sangatlah jauh berbeda dengan saat ini, yang mana kondisi ini dipengaruhi oleh tingkat pertambahan penduduk serta pertumbuhan ekonomi yang ditandai dengan banyaknya bermunculan industri-industri besar dan sentra-sentra pemukiman yang sudah barang tentu banyak memerlukan energi listrik. Seiring dengan bertambahnya usia maka produksi listrik yang dihasilkan dari ketiga turbin PLTA tidak lagi mampu maksimal dari kapasitasnya 30 MW, kini kisaran produksi listrik PLTA ini hanya 20 – 22 MW saja. Hal ini tentu saja sudah diantisipasi oleh pemerintah dengan membangun pembangkit-pembangkit listrik lain guna menambah pasokan listrik, tercatat di Kalimantan Selatan dan Tengah terdapat beberapa pembangkit listrik seperti PLTU (uap) Asam Asam dengan kapasitas 130 MW, PLTD (diesel) Trisakti dengan kapasitas 30 MW, PLTD Banua Lima dengan kapasitas 30 MW, PLTD Kuala Kapuas dengan kapasitas 20 MW serta PLTD Palangkaraya dengan kapasitas 30 MW.
Akan tetapi dari keseluruhan total pasokan listrik dari beberapa pembangkit listrik tersebut belumlah mampu mencukupi permintaan akan listrik di Kalimantan Selatan dan Tengah yang mencapai 300 MW, sehingga Kalimantan Selatan dan Tengah saat ini masih mengalami defisit listrik sekitar 30 – 50 MW. Dari semua pembangkit listrik yang ada di Kalimantan Selatan dan Tengah ini masing-masing terkoneksi satu sama lain untuk saling menyokong, dan apabila ada pemeliharaan (overhaul) pada salah satu pembangkit setelah beberapa ribu jam beroperasi maka pemadaman bergilir tidak dapat dihindarkan.
PLTA Ir. Pangeran Mohammad Noor dalam operasionalnya bukan hanya memberikan jasa energi listrik akan tetapi juga memberikan air yang begitu berharga bagi masyarakat Kalimantan Selatan, di tahun 2010 air dari PLTA ini dimanfaatkan untuk irigasi sawah seluas 7.012 hektar dengan konsumsi air 10,161 m3 per detik, memenuhi kebutuhan perikanan dimana tercatat 290 kolam ikan dengan total luas 326,26 hektar yang memerlukan air 6,918 m3 per detik, serta untuk kebutuhan air minum melalui PDAM Banjarbaru dengan kebutuhan air 150 liter per detik dan PDAM Banjarmasin dengan kebutuhan air 1.100 liter per detik. Usia 37 tahun memanglah belum masuk dalam kategori uzur bila dibandingkan dengan bendungan-bendungan tua lain yang masih berfungsi di Amerika Serikat, namun bukanlah suatu tindakan yang terpuji apabila ada oknum-oknum di masyarakat yang kurang perduli dengan memberikan beban yang tidak semestinya pada waduk ini seperti penebangan liar dan penambangan liar pada daerah hulu waduk, serta tindakan gegabah lain yang mengakibatkan kebakaran di areal sekitar waduk karena semua itu akan mengakibatkan pendangkalan serta pencemaran air di waduk itu sendiri. (EN, dari berbagai sumber)
By: Miko Aldino(X-TP I)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar